Minggu, 04 Desember 2011

Semua Mata Pelajaran Harus Implementasikan Pendidikan Karakteristik

MEDAN (Berita): Pendidikan karakter  dulunya hanya diajarkan melalui beberapa mata  pelajaran seperti pelajaran agama, olahraga dan  bahasa Indonesia, tetapi sekarang pemerintah  berupaya agar itu diimplementasikan pada semua  mata pelajaran di sekolah.
Kepala Dinas Pendidikan Provsu Drs  Syaiful Syafri, MM mengatakan hal itu diwakili  Kasi TK & SD  Najib SE pada penutupan pelatihan  penulisan jurnalistik dan pelatihan pendidikan  karakter SMP, Rabu [12/10] di Hotel Dharma Deli  Medan.
Kadisdiksu menegaskan pendidikan karakter  juga perlu diimplementasikan melalui kepramukaan,  organisasi kesiswaan, Palang Merah Remaja dan  pelatihan kepemimpinan.
“Dengan demikian para siswa kita terbiasa  dan terbudayakan kembali dengan beretika dan  berbudi pekerti. Kelak, mereka mampu menjadi  eksekutif yang amanah, jurnalis yang benar, mampu  menjadi hakim yang adil dan tegas, dan  sebagainya,” katanya.
Dia berharap, melalui pelatihan digelar  selama tiga hari itu, peserta memeroleh ilmu dan  dapat kembali mengenal karakter bangsa.
Syaiful mengaku miris melihat kondisi  bangsa dalam krisis moral akibat krisis etika,  akhlak dan budi pekerti. Bergesernya nilai-nilai  sosial, budaya dan agama membuat tak banyak lagi  kerjasama dan gotong royong seperti dulu.
“Budaya malu pun sudah tak ada lagi.  Alangkah fatalnya kondisi bangsa ini jika hal ini  terus berlanjut berdampak pada generasi  berikutnya,” tuturnya.Untuk itulah dia meminta para guru agar  menuntun anak didik beretika, berkarakter dan  berbudi pekerti.
Sementara itu Kepala Seksi SMP yang juga  penjab kegiatan penjaminan kepastian layanan  pendidikan SMP TA 2011, Yusri SH mengatakan  pelatihan pendidikan karakter juga dirangkai  dengan pelatihan penulisan jurnalistik.
Peserta kegiatan ini berasal dari SMP dan  MTs seluruh kabupaten/kota se Sumut,  masing-masing 4 siswa dan satu orang guru pembina  dari 23 sekolah.
“Tujuan pelatihan jurnalistik ini untuk  memperkenalkan pengetahuan dan kemampuan  jurnalistik ke sekolah. Selanjutnya di sekolah  tersebut diadakan pelatihan jurnalistik kepada  para siswa,” kata Yusri.
Melalui pelatihan ini, Yusri berharap  pengetahuan peserta tentang dasar-dasar  jurnalistik meningkat. Sehingga nantinya mampu  membedakan cara penulisan berita, press release,  artikel, feature, laporan maupun naskah  wawancara.
“Pengetahuan ini diperlukan baik oleh  penulis dan kontributor dari berbagai unit kerja  yang ikut berpartisipasi dalam menulis di media  internal, apalagi oleh para anggota tim redaksi  dan staf kehumasan,” papar Yusri.(aje)

Senin, 24 Oktober 2011

Pendidikan Karakteristik di Sekolah







Persoalan yang tetap aktual dibicarakan dalam dunia pendidikan di Indonesia hingga saat ini adalah dikotomi dan dualisme pendidikan. Hal ini disebabkan masalah tersebut masih tetapsaja terjadi, meskipun sudah cukup banyak pembahasan atau bahkan sudah ada tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya Sebagian orang menyamakan maksud dari dikotomi dan dualisme tersebut, karena mereka melihat pada aspek kemenduannya. Tetapi, sesungguhnya ada hal prinsip yang membedakannya, jika dikotomi itu biasanya berkaitan dengan isi atau konten materi, sedangkan dualisme lebih ditujukan pada sistem pengelolaannya.
Wujud dari dikotomi pendidikan itu adalah terjadinya pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum di sekolah/madrasah. Sedangkan wujud dari dualisme itu lebih ditekankan pada pengelolanya, seperti pengelolaan pendidikan di Indonesia ini yang berada di bawah dua kementerian, yaitu Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama.Secara teknis operasionalnya,Kementerian Pendidikan Nasional itu membawahi lembaga pendidikan, mulai TK, SD, SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi Umum. Sementara Kementerian Agama mengurusi lembaga pendidikan RA, MI, MTs, MA, hingga Perguruan Tinggi Agama Islam.
Kondisi yang serba mendua dalam pendidikan di Indonesia itu telah berlangsung sejak lama, dan ada yang mengatakannya sebagai warisan dari zaman kolonial Belanda Uniknya, warisan pahit yang sudah mentradisi di dalam dunia pendidikan Indonesia seperti itu, tetap saja dipertahankan hingga saat ini, bahkan telah memiliki legalitas yang kuat. Buktinya, kedua lembaga penyelenggara pendidikan tersebut secara legal diakui sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Ini berarti bahwa sangat mungkin persoalan dikotomi dan dualisme itu akan abadi dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Pada tataran ini, dikotomi dan dualisme bukan lagi persoalan biasa, tapi sudah menjadi sebuah ancaman besar yang selalu berakhir pada kegagalan dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.
Dikotomi dan dualisme merupakan dua penyakit yang sedang diderita oleh pendidikan di Indonesia. Saat ini, penyakit tersebut tampaknya lebih serius, kronis, dan sudah komplikasi sehingga dibutuhkan penanganan segera dan serius. Gejala menurunnya kekebalan tubuh pendidikan saat ini sangat tampak jelas, dimana tawuran pelajar dan mahasiswa sudah menjadi topik populer dalam berita, tindakan kriminal, narkoba, korupsi, kolusi, rendahnya mutu pendidikan, besarnya jumlah kemiskinan dan kebodohan, serta sederet label keterpurukan menjadi petunjuk gagalnya pendidikan yang telah dilaksanakan selama ini.
Untuk itu, pendidikan harus dibenahi secara keseluruhan, mulai dari kebijakan, sistem yang diberlakukan, kurikulum, pendidik dan anak didik, sarana dan prasarana, serta seluruh komponen yang terkait dengannya. Khusus untuk persoalan dikotomi dan dualisme, tampaknya solusi yang dapat digunakan saat ini adalah islamisasi pengetahuan dan integralisasi sistem pendidikan. Melalui cara tersebut, rasanya akan akan perubahan positif dalam pendidikan Indonesia di masa mendatang.
Untuk memutuskan mata rantai kegagalan pendidikan di maksud, harus dilakukan pembahasan secara kontinyu dan fokus hingga menemukan “cara bijak” untuk mengatasinya. Buku ini dimaksudkan untuk turut andil dalam usaha tersebut, semoga bermanfaat. (rul)
Judul: Pendidikan Karakteristik di Sekolah
Penulis : Adnan, S.Ag, M.S.I
Penerbit: Sedaun Publishing
Hal: ix+146
ISBN: 9786028236607
Terbit: September 2011

Pendidikan Karakter Dinilai Jauh Panggang dari Api



Liputan6.com, Jakarta: Anggota Komisi X DPR RI Raihan Iskandar menilai, kasus penyerangan yang dilakukan pelajar SMA Negeri 6 Jakarta kepada sejumlah wartawan menunjukkan pemerintah belum serius mewujudkan pendidikan berkarakter.

"Selama ini, pemerintah sering kali menggaungkan pendidikan karakter ini, tapi justru tidak menjadikannya sebagai sasaran dan program kerja," ungkap Raihan melalui keterangan pers kepada liputan6.com di Jakarta, Rabu (21/9).

Raihan mencontohkan misalnya, dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2012, sama sekali tak menempatkan pendidikan karakter sebagai prioritas. Sebaliknya, lanjut Raihan, pemerintah justru lebih fokus kepada pencapaian berupa angka-angka (kuantitatif), seperti pencapaian angka Partisipasi Kasar (APK) SD dan SMP.

Lebih parah lagi, lanjutnya, pemerintah malah lebih serius mengejar target kelulusan dalam Ujian Nasional (UN) yang justru menciptakan berbagai macam persoalan. Seperti kecurangan, contek massal yang dilakukan baik oleh guru maupun siswa, dan kasus pemukulan guru terhadap siswa yang tak bisa menghapal nama-nama provinsi.

"Jelas sekali bahwa kebijakan ini justru telah menciptakan perilaku yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri," tegas Raihan.

Karena itu, anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini mempertanyakan keseriusan pemerintah, mengingat pendidikan karakter sudah menjadi tujuan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana tercantum dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Seharusnya, menurut Raihan, pendidikan karakter bangsa menjadi salah satu prioritas dalam RKP 2012 bidang pendidikan, karena menjadi esensi dari penyelenggaraan pendidikan.(AIS)

Sekolah Wajib Terapkan Pendidikan Karakter

Jumat, 21 Oktober 2011 | 17:10 WIB

Palangka Raya, KOMPAS.com - Seluruh sekolah di Palangka Raya wajib menerapkan program pendidikan karakter mulai tahun ajaran 2012. Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Ikwanuddin mengatakan, diwajibkannya program ini karena diterapkannya pendidikan karakter di setiap sekolah, diharapkan dapat mencegah meningkatnya perilaku kenakalan remaja di kalangan pelajar.

Pendidikan karakter itu bertujuan menjadikan generasi siswa yang unggul dan tangguh serta mempunyai daya saing, dengan memberi pelatihan budi pekerti dan keagamaan yang baik kepada siswa, kata Ikwanuddin, Jumat (21/10/2011).

Ia mengatakan, penyusunan kurikulum dalam rangka pendidikan karakter kewirausahaan dan ekonomi kreatif dengan pendekatan belajar aktif pada satuan pendidikan rintisan, sudah dilakukan pada bulan Juli lalu di Palangka Raya.

Saat ini sudah ada delapan sekolah percontohan pelaksanaan program pendidikan karakter. Sekolah-sekolah tersebut adalah TK Pembina, SDN 4 Menteng, SDN Percobaan, SLBN 1, SMP 2, SMA 2, SMK 3 dan Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM), katanya.

Sebelum menerapkan pendidikan karakter, kata Ikwanuddin, para guru sebaiknya memberikan contoh yang baik sehingga apa yang dilakukan tidak sia-sia.

Mulai sekarang kita harus memberi contoh terlebih dulu kepada mereka agar pendidikan karakter yang diterapkan pada anak menjadi lebih mudah. Kami menilai, program pendidikan karakter sangat tepat diterapkan di sekolah sebagai penyaring arus globalisasi dan kemajuan teknologi, ujarnya.................

Sumber: Kompas.Com
Berita Lengkap: http://edukasi.kompas.com/read/2011/10/21/1710174/Sekolah.Wajib.Terapkan.Pendidikan.Karakter